Asal-Usul Suku Aceh

Table of Contents

ACEH NEWS - Banyak yang bilang, suku aceh itu ada hubungannya dengan suku champa, emang iya? coba kita bahas asal usulnya suku Aceh

Asal usul suku Aceh darimana sih?

Etnis Aceh (bahasa Aceh: اورڠ اچيه, translit. ureuëng Acèh) merupakan suatu kelompok etnis yang berasal dari ujung utara pulau Sumatra, khususnya di wilayah Provinsi Aceh, Indonesia. 

Mereka terikat dalam kebudayaan, bahasa, dan latar belakang sejarah yang sama. Etnis Aceh memiliki beberapa eksonim yang bervariasi, diantaranya yaitu Lam Muri, Lambri, Achin, Asji, A-tse dan Atse.

Pada masa modern, etnis Aceh terkenal sebagai para pedagang yang ulung dan juga mayoritas etnis Aceh kini merupakan pemeluk agama Islam. 

Secara tradisional, etnis Aceh hidup secara matrilokal dan komunal, mereka tinggal di permukiman yang disebut gampong.

Masa keemasan peradaban etnis Aceh berpuncak pada masa sekitar abad ke-16 hingga abad ke-17, seiring dengan masa kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam.

Bukti-bukti arkeologis terawal penghuni Aceh adalah dari masa pasca Plestosen, di mana mereka tinggal di pantai timur Aceh (daerah Langsa dan Tamiang), dan menunjukkan ciri-ciri Australomelanesid

Mereka terutama hidup dari hasil laut, terutama berbagai jenis kerang, serta hewan-hewan darat seperti babi dan badak. Mereka sudah memakai api dan menguburkan mayat dengan upacara tertentu.

Legenda rakyat Aceh menyebutkan bahwa penduduk Aceh pertama berasal dari suku Mante & Suku Lhan.

Suku Mante merupakan etnis lokal yang merupakan bagian dari Suku Alas & Suku Karo, sedangkan suku Lhan diduga masih berkerabat dengan suku Semang yang bermigrasi dari Semenanjung Malaya atau Hindia Belakang (Champa, Burma). 

Suku Mante pada mulanya mendiami wilayah Aceh Besar dan kemudian menyebar ke tempat-tempat lainnya. 

Ada pula dugaan secara etnologi tentang hubungan suku Mante dengan bangsa Funisia di Babilonia atau Dravida di lembah sungai Indus dan Gangga, namun hal tersebut belum dapat ditetapkan oleh para ahli kepastiannya.

Ketika kerajaan Sriwijaya memasuki masa kemundurannya, diperkirakan sekelompok suku Melayu mulai berpindah ke tanah Aceh. Di lembah sungai Tamiang yang subur mereka kemudian menetap, dan selanjutnya dikenal dengan sebutan suku Tamiang. 

Setelah mereka ditaklukkan oleh Kerajaan Samudera Pasai (1330), mulailah integrasi mereka ke dalam masyarakat Aceh, walau secara adat dan dialek tetap terdapat kedekatan dengan budaya Melayu.

Suku Minang yang bermigrasi ke Aceh banyak yang menetap di sekitar Meulaboh dan lembah Krueng Seunagan. Umumnya daerah subur ini mereka kelola sebagai persawahan basah dan kebun lada, serta sebagian lagi juga berdagang. 

Penduduk campuran Aceh-Minang ini banyak pula terdapat di wilayah bagian selatan, yaitu di daerah sekitar Susoh, Tapaktuan, dan Labuhan Haji. 

Mereka banyak yang sehari-harinya berbicara baik dalam bahasa Aceh maupun bahasa Aneuk Jamee, yaitu dialek khusus mereka sendiri.

Akibat politik ekspansi dan hubungan diplomatik Kesultanan Aceh Darussalam ke wilayah sekitarnya, maka suku Aceh juga bercampur dengan suku-suku Gayo, Nias, dan Kluet. 

Pengikat kesatuan budaya suku Aceh yang berasal dari berbagai keturunan itu terutama ialah dalam bahasa Aceh, agama Islam, dan adat-istiadat khas setempat, sebagaimana yang dirumuskan oleh Sultan Iskandar Muda dalam undang-undang Adat Makuta Alam.