Polda Aceh Dukung Pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat untuk Atasi Tambang Ilegal
ACEH TODAY – Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menyatakan komitmennya mendukung pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), khususnya untuk komoditas emas dan mineral dan batubara (minerba). Langkah ini dinilai penting sebagai solusi jangka panjang dalam mengatasi maraknya tambang ilegal sekaligus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Aceh, Kombes Zulhir Destrian, menyampaikan hal tersebut pada Kamis (25/9/2025). Menurutnya, pembahasan WPR telah dilakukan dalam Focus Group Discussion (FGD) bersama sejumlah dinas terkait di Aula Bhara Daksa Ditreskrimsus Polda Aceh pada Rabu (17/9/2025) lalu, yang juga diikuti secara virtual oleh para Kasat Reskrim dan Kanit Tipidter dari polres jajaran.
“FGD ini untuk menjemput bola, menindaklanjuti Surat Edaran Gubernur Nomor: 500.10.25/2656 tanggal 11 Maret 2025 tentang Usulan Wilayah Pertambangan Rakyat,” kata Zulhir.
Hingga kini, baru tiga kabupaten yang mengusulkan pembentukan blok WPR dengan titik koordinat, yakni Aceh Barat, Aceh Jaya, dan Gayo Lues. Ia mendorong daerah lain agar segera mengajukan usulan melalui Bagian Ekonomi masing-masing pemkab.
“Ini merupakan upaya melegalkan aktivitas tambang yang ada. Namun ada juga daerah yang belum mengusulkan karena tambangnya berada di kawasan hutan lindung, sehingga perlu kajian lebih lanjut,” jelasnya.
Zulhir menambahkan, Polda Aceh juga berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Aceh dan Kementerian ESDM melalui Dirjen Minerba untuk mempercepat proses pembentukan tambang rakyat. Tujuannya, agar aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan bisa dihilangkan, sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal dengan regulasi yang jelas.
Sebagai tindak lanjut, Polda Aceh berencana membentuk forum koordinasi dengan membuat grup WhatsApp untuk memudahkan pertukaran informasi antarwilayah maupun dengan aparat kepolisian. Selain itu, survei dan koordinasi dengan DPRK setempat akan dilakukan sebelum pengusulan WPR, khususnya bagi tambang yang berada di kawasan hutan lindung dan aliran sungai.
“Semua ini perlu kolaborasi antara pemerintah daerah dan aparat terkait untuk menuntaskan permasalahan tambang ilegal di Aceh,” pungkas Zulhir.