Kontroversi Empat Pulau
ACEH TODAY - Empat pulau yang secara historis milik Provinsi Daerah Istimewa Aceh, yakni Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Lipan, yang dialihkan ke Sumatera Utara seharusnya tidak terjadi. Atas dasar apapun, langkah itu bukan hanya kontra produktif, tapi juga menimbulkan friksi bahkan konflik antar dua provinsi.
Sampai sekarang tidak ada kejelasan rasional, apa pertimbangan Kemendagri kok tiba-tiba memutuskan mengalihkan kepemilikan empat pulau itu. Apalagi, belum pernah ada wacana atau perbincangan riil ke tengah publik. Misalnya, ada permintaan terbuka dari Provinsi Sumatra Utara. Klaim sepihakpun yang biasa muncul dalam soal penguasaan kawasan, tak ada. Kok tiba-tiba Kemendagri mengeluarkan keputusan, yang bisa dianggap sepihak.
Sebagai Kementrian yang membawahi pemerintahan daerah, Kemendagri sudah pasti mengetahui bagaimana ribet dan ruwetnya batasan-batasan antar daerah. Berbagai masalah pemekaran daerah saja, yang memiliki keterkaitan dengan daerah induk, masih saja, sampai sekarang ada yang belum selesai tentang berbagai kepemilikan asset. Bukan hal luar biasa, hampir semua daerah yang mendapat catatan kurang baik dari BPK, lebih banyak karena persoalan ketakjelasan atau kesemrawutan asset.
Maka wajar publik bertanya-tanya, ada apa kok Kemendagri tiba-tiba memberikan hak kepemilikan empat kepulauan milik Provinsi Aceh ke Provinsi Sumatra Utara. Dan wajar pula beredar rumor tak sedap dugaan permainan api Gang Solo.
Alasan berbagai rumor juga cukup rasional. Tito Karnavian sudah lama dikenal dan diketahui publik merupakan orang dekat Jokowi. Keberadaan dia di kabinet Prabowo disebut-sebut tak lepas dari peran Jokowi. Wajar bila Tito disebut sebagai orangnya Jokowi.
Yang paling membuat publik makin yakin ada persambungan dengan sepak terjang Gang Solo, fakta bahwa Gubernur Sumatra Utara saat ini yaitu Bobby Nasution adalah menantu Jokowi. Tindakan Kemendagri, walau sempat dibantah, karenanya dianggap sebagai bagian dari upaya membantu Bobby.
Apapun persoalannya, pengambilalihan sebuah kawasan, di sebuah provinsi lalu menyerahkan kepada provinsi lain tanpa ada persoalan sebelumnya, jelas merupakan kecerobohan luar biasa. Tindakan itu sama saja, dengan memantik konflik atau bisa jadi mengadu domba dua provinsi.
Tindakan tergolong berbahaya ini, makin terasa ketika yang dihadapi adalah Provinsi Aceh, yang dalam perjalanannya merupakan provinsi, yang selama ini, merasa kecewa, terutama di masa Orde Baru. Jadi, kejadian menggegerkan ini, jelas mengusik kedamaian NKRI.
Tak usah menunggu terlalu lama. Reaksi masyarakat Aceh langsung membuncah. Dan ini jelas, seperti memberi ruang penyegaran kekuatan mereka yang ingin Aceh merdeka, yang salama era reformasi, relatif mereda. Mereka seperti mendapat momentum, untuk teriak kembali. Sesuatu yang jelas, tidak dikehendaki.
Dalam suasana panas ini, beruntung Presiden Prabowo langsung mengambil alih. Tindakan Prabowo ini, yang dalam dua kali Pilpres mendapat dukungan luar biasa dari masyarakat Aceh, ketika bertarung melawan Jokowi, diharapkan mendinginkan suasana dan mengembalikan tatanan pada proporsi semula.
Sekali lagi, kepemimpinan Presiden Prabowo diuji lagi oleh berbagai tindakan dan ucapan para menterinya, yang jauh dari kearifan dan jiwa kepemimpinan nasional, yang bukan menenangkan malah membuat kegaduhan.